SuaraTani.com - Medan| Secara kumulatif, sekitar 8.932,12 hektare tanaman padi sawah di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengalami kerusakan akibat banjir. Dari luasan itu, sekitar 1.962 hektare diantaranya mengalami puso.
"Jumlah itu berdasarkan data yang kami himpun di lapangan selama periode 1-20 Januari 2025 di Sumatera Utara," kata Kepala UPTD Perlindungan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Pengawasan Mutu Kemananan Pangan, Marino, SP MM kepada SuaraTani.com, Senin (3/2/2025) di Medan.
Menurut Marino, tanaman padi sawah yang mengalami kerusakan akibat banjir tersebut bervariasi, mulai dari persemaian atau satu hari hingga tanaman berumur 85 hari setelah tanam.
Dikatakan Marino, adapun tanaman padi sawah yang terdampak banjir berdasarkan kabupaten, yakni Kabupaten Deliserdang seluas 2.122,5 hektare dan 986 hektare diantaranya mengalami puso.
Kabupaten Asahan seluas 998 hektare dan 775 hektare diantaranya mengalami puso, Tapanuli Utara (Taput) seluas lima hektare dan semuanya mengalami puso.
Kemudian, Kabupaten Langkat seluas 190 hektare dan tidak ada yang puso, Batubara seluas 1.181,22 hektare dan 196 hektare diantaranya mengalami puso.
Sementara untuk Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), tanaman padi sawah yang terkena banjir seluas 4.435 hektare dan tidak ada yang puso.
"Jadi, yang terluas itu ada di Kabupaten Sergai dan untungnya tidak ada tanaman padi yang puso. Artinya, tanaman padi masih bisa diselamatkan. Disusul Kabupaten Deliserdang seluas 2.122,5 hektare dan yang puso 986 hektare," kata Marino.
Terkait upaya yang telah dilakukan menurut Marino, antara lain, mendata seluruh pertanaman yang terkena dampak akibat banjir. Menyampaikan data pertanaman puso yang terkena banjir ke Dinas Pertanian Kabupaten.
Kemudian, Dinas Pertanian Kabupaten mengusulkan permintaan bantuan benih ke Dinas Ketapang TPH yang dilampiri dengan CPCL dan Berita Acara Puso dari Petugas Pengendali OPT.
"Selanjutnya, Dinas Ketapang TPH memprosesnya dan jika ada Cadangan Benih Daerah (CBD) atau Cadangan Benih Nasional (CBN) baru bisa dibantu," ujarnya.
Terhadap kerugian yang dialami petani akibat bencana alam banjir ini Marino mengatakan, tergantung luas tanaman yang puso.
Namun, berdasarkan kalkulasi redaksi, kerugian mencapai Rp24,9 miliar dengan rincian biaya produksi sebesar Rp12,7 juta per hektare dikali luas lahan yang mengalami puso atau kegagalan seluas 1.962 hektare.
Biaya produksi tersebut sudah termasuk pembelian sarana produksi seperti bibit padi, pupuk, pestisida, upah kerja dan sewa lahan.
Begitu juga dengan kehilangan potensi hasil atau gabah yang diperoleh petani, mencapai 11.772 ton gabah kering panen (GKP) dengan catatan, rata-rata produktivitas padi petani berkisar 6 ton per hektare GKB.
Bila dikali dengan harga eceran tertinggi (HET) gabah sebagaimana yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp6.500 per kg, maka petani telah kehilangan pendapatan sebesar Rp765 miliar. * (junita sianturi)