SuaraTani.com - Jakarta| Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghadiri rangkaian acara penting dengan delegasi Kanada di Jakarta, Senin (2/12/2024).
Kegiatan ini meliputi pertemuan bilateral dengan Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi Kanada Mary Ng dan pelaksanaan Energy Transition Roundtable (ETR).
Kedua negara menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding atau MoU) terkait kerja sama mineral kritis.
Penandatanganan MoU dilakukan Menteri ESDM Bahlil atas nama Pemerintah Indonesia dan Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi atas nama Pemerintah Kanada.
MoU ini mencakup beberapa area kerja strategis, antara lain penerapan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui teknologi bersih, serta penguatan perdagangan dan investasi sektor pertambangan.
Sebagai informasi, Energy Transition Roundtable turut dihadiri sejumlah entitas bisnis terkemuka dari kedua negara, seperti PLN, Mind ID, Pertamina, Vale Base Metals, Candu Energy Inc, hingga Greenwell Energy.
Diskusi dalam forum ini membahas isu-isu strategis, termasuk teknologi energi bersih, green mining, dan pengembangan energi nuklir.
Menurut Bahlil, kolaborasi ini diharapkan mendukung percepatan transisi energi dan pertumbuhan ekonomi kedua negara.
Pada sesi Energy Transition Roundtable, Bahlil menekankan pentingnya kerja sama ini untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat.
"Listrik kita saat ini sebesar 91 gigawatt dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 6%. Target Presiden Prabowo untuk pertumbuhan ekonomi ke depan adalah 8%, sehingga kami memerlukan tambahan 61 gigawatt untuk mendukung target tersebut," jelasnya.
Bahlil juga menyampaikan bahwa transisi energi menjadi fokus utama pemerintah Indonesia.
"RUPTL 2025-2033 kami rancang dengan target 60% energi baru terbarukan. Kami berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada 2060, bahkan mendorong agar bisa lebih cepat pada 2050," ujar Bahlil.
Pada kesempatan yang sama, Mary Ng menegaskan dukungan Kanada terhadap transisi energi berkelanjutan di Indonesia.
"Komitmen kami untuk mendukung transisi energi Indonesia yang adil dan berkelanjutan bersifat substansial. Ini termasuk pendanaan iklim global kami sebesar 5,3 miliar dolar Kanada, termasuk Indonesia selama lima tahun terakhir," ujar Mary Ng.
Sebagai bagian dari pendanaan ini, sambung Mary Ng, Kanada mendukung proyek-proyek utama dengan Bank Pembangunan Asia. Seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi Sarulla di Sumatera Utara dan pembangkit listrik tenaga angin dan surya di Sulawesi Selatan dan Lombok.
Ia juga menyebutkan, Kanada bangga menjadi mitra dalam Just Energy Transition Partnership (JETP), yang bertujuan memobilisasi pembiayaan publik dan swasta hingga USD20 miliar untuk mendukung transisi energi Indonesia.
Di sisi lain, Bahlil mengungkapkan optimisme terhadap potensi kerja sama dengan Kanada di bidang energi nuklir.
"Kami tahu Kanada adalah salah satu negara terdepan dalam pengembangan nuklir. DPR telah menyetujui penggunaan tenaga nuklir, dan kami menargetkan regulasinya selesai pada 2025. Implementasinya akan dimulai secara bertahap pada 2032," ungkap Bahlil.
Bahlil turut menyoroti potensi besar Indonesia dalam energi terbarukan, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
"Kami memiliki PLTA di Kalimantan (sungai Kayan) sebesar 12 gigawatt dan di Papua sebesar 23 gigawatt. Ini adalah peluang besar untuk mendukung transisi energi," tuturnya.
Selain itu, Bahlil juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara teknologi canggih dan harga yang terjangkau.
"Teknologinya boleh bagus, tapi harganya jangan terlalu mahal. Kami mencari solusi yang seimbang agar teknologi bisa diterapkan dengan nilai ekonomis yang bijak," tambahnya.
Melalui penandatanganan MoU ini, Indonesia dan Kanada diharapkan dapat memperkuat sinergi dalam mendorong transisi energi berkelanjutan.
"Kerja sama ini adalah langkah awal yang baik untuk mempercepat transformasi energi. Dengan kolaborasi yang erat, saya yakin kedua negara dapat saling bertukar teknologi dan mencapai target bersama," tutup Bahlil. * (wulandari)