SuaraTani.com - Jakarta| Saat ini, Sukabumi dilanda bencana hidrometeorologi berupa longsor dan banjir yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan mengancam keselamatan warga.
Bencana tersebut menjadi perhatian serius karena dampaknya yang merugikan masyarakat secara meluas.
Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet menilai bahwa selain cuaca ekstrem, kerusakan ekosistem di daerah hulu juga menjadi penyebab utama terjadinya bencana tersebut.
Menurutnya, banyak kawasan hutan di daerah hulu yang seharusnya berfungsi sebagai penyangga lingkungan, kini telah gundul dan terlantar.
"Bencana longsor dan banjir yang terjadi di Sukabumi saat ini bukan semata-mata karena cuaca ekstrem tetapi juga akibat kerusakan ekosistem di daerah hulu. Banyak kawasan hutan yang dulunya subur dan menjadi penyangga lingkungan ini gundul bahkan terlantar," ungkap Slamet.
Hal ini disampaikannya dalam sesi interupsi pada Rapat Paripurna, di Gedung Nusantara II, DPRR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Ia juga menyoroti peran perusahaan negara dalam kerusakan lingkungan, terutama terkait dengan lahan HGU yang tidak terkelola dengan baik.
Oleh karena itu, Slamet mendesak pemerintah segera mengambil kebijakan guna mengembalikan fungsi kawasan hutan di daerah hulu.
“Lahan-lahan HGU termasuk milik perusahaan negara seperti PTPN yang dulu produktif sebagai kebun karet atau tanaman keras lainnya kini berubah fungsi atau dibiarkan tidak terawat. Karena itu, saya mendesak pemerintah mengambil langkah serius mengembalikan fungsi kawasan hutan di daerah hulu melalui reboisasi dan penertiban penggunaan lahan,” tegasnya.
Slamet juga menekankan pentingnya menjaga wilayah hulu agar tidak mengalami degradasi lebih lanjut, karena hal tersebut akan berdampak langsung pada masyarakat yang tinggal di hilir.
"Jangan biarkan wilayah hulu kita terus degradasi karena akan berdampak langsung pada masyarakat yang tinggal di hilir," tambahnya.
Sebelumnya dalam kesempatan tersebut, Slamet menyampaikan rasa duka yang mendalam atas musibah yang terjadi di seluruh daerah, khususnya di daerah yang menjadi daerah pemilihannya di Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi.
Ia mengungkapkan, bencana tersebut telah merusak infrastruktur dan meninggalkan dampak besar bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang kehilangan rumah, kebun, dan harta benda lainnya.
Slamet meminta dan mendesak pemerintah pusat terutama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) segera turun tangan untuk memberikan bantuan yang nyata dan cepat.
Bantuan yang dimaksud mencakup kebutuhan mendesak, seperti tenda darurat, makanan, obat-obatan, selimut, peralatan masak, dan logistik lainnya yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang terdampak bencana.
Dilansir dari berbagai sumber, dampak bencana hidrometeorologi yang terjadi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada 4 Desember 2024 semakin meluas.
Awalnya hanya terdapat 22 kecamatan terdampak, kini sudah sudah terkonfirmasi merambah hingga 30 kecamatan di Kabupaten Sukabumi.
Pihak Pemerintah Kabupaten Sukabumi menyebutkan bahwa bencana hidrometeorologi didominasi oleh tanah longsor, namun dampak terparah disebabkan oleh banjir.
Data terbaru mencatat bencana tanah longsor terjadi di 63 titik, banjir di 30 titik, angin kencang di 15 titik, dan pergerakan tanah di 16 titik. * (wulandari)