SuaraTani.com - Batam| Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penghentian operasional dua kapal keruk (dradger) MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura.
Kapal tersebut diduga melakukan kegiatan pengerukan dan hasil kerukan (dumping) tanpa izin dan dokumen yang lengkap di Perairan Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
“Ini bukti keseriusan kami, menindak tegas para pelaku pemanfaatan pasir laut yang tidak sesuai ketentuan terlebih tidak memiliki dokumen perizinan yang sah. Para pelaku usaha diharapkan tertib administrasi dan peraturan yang berlaku," ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono (Ipunk).
Ipunk juga menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi di Laut merupakan salah satu landasan hukum dalam Pengendalian Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pemerintah bertanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
“Kalau laut ini dikelola dengan baik, pemerintah bisa memastikan semuanya sesuai dengan peraturan yang ada, namun jika tidak sesuai, kami akan tertibkan,” ujar Ipunk dalam siaran pers KKP, Kamis (10/10/2024).
Ipunk menjabarkan, saat dilakukan pemeriksaan, MV YC 6 berukuran 8012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8559 GT terindikasi melakukan penambangan pasir laut di wilayah Indonesia tidak sesuai aturan dan ketentuan.
"Hal tersebut merupakan hasil treking dan bisa kami buktikan kepada masyarakat ternyata ada kapal-kapal asing yang diduga melakukan pencurian pasir laut di wilayah Indonesia," ujarnya.
Menurut pengakuan Nakhoda, mereka sering sekali masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan dalam satu bulan bisa mencapai 10 kali masuk ke sini (Indonesia), tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Bahkan tidak punya dokumen kapal, yang ada hanya ijazah nakhoda dan akta kelahiran.
Di kapal penghisap pasir yang membawa 10 ribu meter kubik pasir itu terdapat 16 orang Anak Buah Kapal (ABK), 2 orang WNI, 1 orang warga Malaysia dan 13 warga negara RRT.
“Mereka menghisap pasir selama 9 jam mendapat 10 ribu (meter kubik) yang dilakukan selama 3 hari dalam satu kali perjalanan. Kapal ini dalam satu bulan bisa 10 kali masuk ke sini. Artinya dalam satu bulan kapal ini mampu mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia,” katanya.
Ipunk juga menegaskan, PSDKP akan terus mengawasi dan menertibkan kapal-kapal dredger ilegal yang beroperasi di perairan lainnya.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Angka 12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi UU menyatakan, bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari Perairan Pesisir wajib memiliki KKPRL dari Pemerintah Pusat.
“Di sini KKP hadir melakukan penertiban. Harapan kami dapat tetap tertib. Dengan pola pemerintah turun langsung untuk memastikan bahwa aturan yang ada bisa dilaksanakan oleh pelaku usaha dan teman-teman pemerintah daerah,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Viktor Gustaaf Manoppo menjelaskan, sampai saat ini, dalam PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi belum ada satupun izin yang dikeluarkan pemerintah.
Secara regulasi, kata Gustaaf, KKP belum mengeluarkan satu lembar izin kepada siapapun. Terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi.
Estimasi total potensi kerugian negara bila dihitung dari kegiatan ini dalam satu tahun, 100.000 meter kubik dikali 12 bulan apabila dibawa pasir tersebut diekspor keluar, totalnya dapat mencapai ratusan miliar per tahun kerugian negara,
"Ini baru sumber daya kelautan (pasir laut) belum lagi perizinan yang lainnya mungkin bisa lebih dari itu,” katanya. * (putri)