SuaraTani.com - Jakarta| Memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) yang jatuh setiap tanggal 16 Oktober, Badan Pangan Nasional (Bapanas) kembali menegaskan komitmennya dalam memperbaiki kualitas gizi masyarakat Indonesia.
Salah satu fokus utama tahun ini adalah pentingnya fortifikasi pangan sebagai strategi efektif untuk mengatasi kekurangan gizi dan malnutrisi yang masih menjadi tantangan di berbagai wilayah.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menyampaikan bahwa peringatan HPS bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global terkait isu ketahanan pangan dan malnutrisi.
Ia menyoroti bahwa masalah stunting sebagai salah satu bentuk malnutrisi kronis masih menjadi perhatian besar di Indonesia.
Dikatakan Arief, melalui Direktorat Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan, Bapanas telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kernel beras fortifikan. Dan, akan melanjutkan dengan penyusunan SNI beras fortifikasi.
"Ini akan menjadi acuan, baik untuk produksi sukarela maupun program bantuan pangan yang diberikan oleh pemerintah," ujar Arief saat dihubungi secara daring, Rabu, (16/10/2024) di Kantor Bapanas, Jakarta.
Ia berharap penerapan standar ini akan mempermudah para pemangku kepentingan dalam mengembangkan dan mengadopsi fortifikasi pangan di Indonesia.
Fortifikasi pangan adalah salah satu langkah penting untuk memperkuat status gizi masyarakat dan mendukung pencapaian ketahanan pangan nasional.
Yusra Egayanti, Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Bapanas sekaligus Pelaksana Harian (Plh) Deputi Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas, menekankan bahwa beras fortifikasi memiliki peran strategis dalam menangani stunting.
“Beras fortifikasi tidak hanya menjadi sumber karbohidrat, tetapi juga diperkaya dengan berbagai zat gizi mikro. Seperti vitamin A, B1, B6, B12, asam folat, zat besi, dan zinc. Dengan kandungan nutrisi tersebut, beras ini bisa membantu menurunkan angka stunting di Indonesia,” ujar Yusra.
Ia juga menjelaskan, stunting merupakan masalah yang kompleks dengan berbagai faktor penyebab, termasuk pola asuh, keamanan pangan, dan kekurangan zat gizi mikro.
Karena itu, fortifikasi pangan dinilai sebagai salah satu solusi konkret untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro masyarakat dan mencegah stunting.
“Fortifikasi pangan bisa dilakukan melalui dua cara: biofortifikasi yang dimulai sejak proses budidaya, dan fortifikasi tambahan di mana mikronutrien ditambahkan pada beras analog. Saat ini, biofortifikasi zinc sudah mulai dikembangkan di sektor pangan segar,” tambah Yusra. * (putri)