SuaraTani.com - Jakarta| Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong industri obat bahan alam agar dapat menjadi pilar industri farmasi di Indonesia.
Pada triwulan II tahun 2024, industri farmasi dan obat bahan alam mencatat pertumbuhan sebesar 8,01 persen. Dengan memberikan kontribusi terhadap industri pengolahan nonmigas mencapai 18,52 persen.
Sepanjang Januari-September 2024, nilai ekspor industri farmasi dan obat bahan alam menembus USD639,42 juta. Perkembangan industri tersebut di tahun ini juga menunjukkan adanya gairah.
"Kelompok industri farmasi dan obat bahan alam merupakan salah satu dari lima subsektor industri yang mengalami ekspansi tertinggi dalam rilis Indeks Kepercayan Industri (IKI) bulan September 2024,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Kemenperin, Andi Rizaldi.
Ia mengatakan itu pada acara Business Gathering Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia Farmasi dan Kemasan (BBSPJIKFK) 2024 di Jakarta, Kamis (17/10/2024).
Dikatakan Andi, perkembangan industri farmasi, obat kimia dan obat tradisional masih memiliki prospek yang baik untuk ke depannya.
“Dengan demikian, pengembangan industri obat bahan alam di Indonesia perlu terus didukung dan ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar global dengan sinergi yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, industri, akademisi, dan lembaga penelitian,” paparnya.
Kemenperin juga terus berperan aktif dalam mendukung kebijakan pengembangan obat bahan alam, terutama dalam proses produksi dan teknologi manufaktur.
Salah satu upayanya melalui pembangunan House of Wellness, yang merupakan fasilitas produksi obat bahan alam yang dimiliki Kemenperin di bawah unit kerja BBSPJIKFK.
Saat ini, terdapat beberapa jenis perusahaan industri obat bahan alam di Indonesia, yaitu Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) dan Industri Obat Tradisional (IOT).
Yang menghasilkan 19 ribu produk jamu, 99 produk obat herbal terstandar dan 33 produk fitofarmaka.
"Kemenperin terus mendorong dan melakukan pembinaan agar industri kecil dapat naik kelas, sehingga produksi obat bahan alam dapat ditingkatkan daya saingnya dalam rangka menguatkan industri farmasi di Indonesia,” tegas Andi.
Kepala BBSPJIKFK Siti Rohmah Siregar menyampaikan, pihaknya siap untuk memfasilitasi industri obat bahan alam di Indonesia dengan fasilitas House of Wellness guna mendorong dan mempercepat kemandirian industri obat bahan alam Indonesia.
Fasilitas tersebut telah dilengkapi dengan teknologi modern yang mampu mendukung proses produksi obat bahan alam mulai dari pengolahan simplisia, ekstraksi, hingga formulasi dan pengemasan.
“BBSPJIKFK juga didukung oleh laboratorium pengujian yang memadai untuk mengukur kontaminasi mikroba dan logam berat pada produk obat bahan alam. Hal ini guna memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar keamanan dan kualitas yang ketat serta telah tergabung dalam Jaringan Laboratorium Pengujian Obat Bahan Alam (JLPOBA),” tutur Siti.
Business Gathering yang diselenggarakan oleh BBSPJIKFK ini untuk mendorong kolaborasi dengan para pemangku kepentingan dan industri, khususnya pada sektor industri kimia, farmasi dan kemasan.
Tujuannya untuk memajukan sektor industri yang berdaya saing dan berkelanjutan serta mempromosikan Fasilitas produksi obat bahan alam House of Wellness kepada para stakeholder terkait.
Kegiatan ini juga menghadirkan pembicara dari instansi-instansi terkait dengan industi obat bahan alam seperti BPOM, Kemenkes dan Asosiasi GP Jamu. Selain itu, peserta yang hadir, dari industri obat bahan alam, farmasi dan juga industri kimia dan kemasan.
“Acara ini diharapkan dapat menjadi platform strategis bagi para pemangku kepentingan untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, dan solusi dalam menghadapi tantangan global terkait keberlanjutan, khususnya dalam mengembangkan industri obat bahan alam,” imbuhnya. * (wulandari)