SuaraTani.com - Jakarta| Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan alasan di balik pelarangan untuk memelihara dan memperjualbelikan ikan Alligator Gar di Indonesia.
KKP menyebut bahwa ikan pemangsa ini berpotensi membahayakan populasi ikan lain serta dapat merusak ekosistem perairan.
Larangan ini sendiri telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 19/PERMEN’KP/2020. Tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran, dan Pengeluaran Jenis Ikan yang Membahayakan dan/atau Merugikan ke Dalam dan Dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono (Ipunk), menjelaskan bahwa ikan Alligator Gar termasuk dalam jenis ikan yang membahayakan.
“Alligator Gar bukan ikan yang berasal dari Indonesia. Apabila ikan ini lepas ke perairan umum, bisa mengancam penurunan populasi ikan lainnya dan akan merusak ekosistem perairan tersebut,” terang Ipunk dalam siara pers yang dikutip, Kamis (19/9/2024).
Ipunk menambahkan, hingga saat ini sudah banyak kasus ekosistem perairan yang rusak akibat keberadaan ikan berbahaya maupun merugikan tersebut.
Di Waduk Sermo, Daerah Istimewa Yogyakarta, populasi ikan red devil telah mengalahkan ikan endemik waduk tersebut, di antaranya ikan nila, wader, nilem dan tawes.
Di Waduk Wonorejo juga ditemukan ikan red devil yang menginvasi waduk tersebut. Kemudian pada sungai-sungai di Palembang, populasi ikan belida turut terancam punah akibat keberadaan ikan sapu-sapu.
Belum lagi ekosistem Danau Toba, danau terbesar di Indonesia, yang juga telah rusak akibat invasi ikan red devil, sehingga ikan batak, ikan mas, ikan jurung, mujair, pora-pora dan tiri-tiri kini langka ditemukan di perairan tersebut.
Plt Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan, Suharta, mengungkapkan, KKP bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota dan POLAIRUD, dalam kurun dua tahun terakhir (2023-2024) telah melakukan 18 kali penindakan terhadap ikan berbahaya.
Yang ditemukan di beberapa lokasi di DIY, Jakarta, Blitar serta Pontianak. Sebanyak 186 ikan berbahaya dan/atau merugikan yang terdiri dari Arapaima, Alligator Gar, dan Piranha telah dimusnahkan dalam operasi pengawasan tersebut.
“Kami juga melakukan upaya preventif melalui edukasi kepada pelaku usaha pembudidaya ikan, penghobi ikan hias, pedagang ikan hias, serta POKMASWAS mengenai larangan memelihara dan/atau melepasliarkan ikan berbahaya dan/atau merugikan. Terakhir kami lakukan di Blitar dan DIY,” jabar Suharta.
Suharta berharap, melalui kerja sama dan partisipasi masyarakat dalam turut serta memusnahkan keberadaan ikan berbahaya dan/atau merugikan di Indonesia, ekosistem perairan Indonesia dapat terus terjaga.
Hal ini sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan melalui Ekonomi Biru.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta jajarannya untuk mengawasi ketat keberadaan ikan-ikan pemangsa yang membahayakan ekosistem perairan.
Dia juga meminta jajarannya untuk terus mensosialisasikan larangan memelihara ikan-ikan tersebut agar masyarakat dapat memahami dampak buruk dari kerusakan ekosistem. * (putri)