SuaraTani.com - Jakarta| Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memperkenalkan inovasi pendanaan biru berkelanjutan ‘Indonesia Coral Bond’ pada Sidang Umum ke-38 Prakarsa Internasional Terumbu Karang (38th General Meeting International Coral Reefs Initiative/ICRI GM 38).
Sidang berlangsung di Jeddah, Arab Saudi pada tanggal 9-13 September 2024 dan dihadiri 20 perwakilan negara serta 25 perwakilan lembaga penggiat/pengelola terumbu karang.
Dihadapan peserta yang hadir Menteri Trenggono menjelaskan, inovasi pendanaan biru berkelanjutan Indonesia Coral Bond atau Obligasi Terumbu Karang Indonesia ini merupakan bagian dari kebijakan ekonomi biru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Yaitu memperluas kawasan konservasi laut hingga 30 persen pada tahun 2045.
Menurut Menteri Trenggono terumbu karang yang sehat akan menjamin ketersediaan protein bagi penduduk dunia yang akan mencapai 9,3 miliar pada tahun 2050 atau tumbuh lebih dari 30 persen dengan kebutuhan protein yang meningkat hingga 70 persen.
“Dengan berbagai peran penting terumbu karang, kita dihadapkan pada minimnya pendanaan untuk melindungi dan melestarikan terumbu karang. Estimasi kesenjangan pendanaan untuk kawasan perlindungan laut di Indonesia adalah 100 hingga 200 juta Dollar Amerika per tahun” jelasnya.
Menteri Trenggono juga mengajak pihak swasta, filantropi, dan masyarakat untuk menjadi investor yang turut melindungi dan menjaga keberadaan serta keberlanjutan terumbu karang.
Ditegaskannya, segala upaya untuk menjaga dan mengelola terumbu karang tak bisa dibebankan kepada satu negara. Diperlukan kepedulian dan dukungan bersama, khususnya pendanaan dalam bentuk hibah dan investasi non-utang serta inovasi pendanaan berkelanjutan lainnya.
Sebagai informasi, ICRI merupakan kemitraan global antara negara-negara dan organisasi yang berupaya melestarikan terumbu karang dan ekosistemnya. Hingga saat ini 45 negara dan 101 orang tergabung dalam kemitraan global ini termasuk Indonesia.
Sejalan dengan itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo menerangkan, Indonesia Coral Bond merupakan instrumen pendanaan yang bukan berasal dari pihak pemerintah (non-sovereign).
Dan, bukan utang (non-debt) yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi secara terukur menggunakan standar IUCN Green List.
“Coral bond ini adalah model pembiayaan yang pertama di dunia untuk pengelolaan kawasan konservasi melalui pelindungan terumbu karang,” terang Victor.
Dijelaskannya investor/pihak swasta akan berinvestasi pada obligasi yang diterbitkan Bank Dunia untuk membiayai kegiatan konservasi pada lokasi yang telah ditetapkan selama lima tahun.
Selanjutnya investor akan mendapatkan kompensasi keuntungan dari outcome payer (GEF) apabila kawasan konservasi telah memenuhi outcome sesuai standar IUCN Green List. Sedangkan biaya pokok investasi akan dilindungi atau dijamin oleh Bank Dunia.
Victor juga menyebutkan Indonesia sebagai penerima manfaat dari obligasi yang diterbitkan Bank Dunia sebesar USD 10 juta. Dan, akan disalurkan Bank Dunia kepada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan (Project Management Unit).
“BPDLH akan membuka blue window dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait pendanaan berkelanjutan secara paralel sedang diproses penetapannya. Dalam hal ini KKP adalah salah satu anggota Komite Pengarah BPDLH,” ujar Victor.
Sementara itu di kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut Hendra Yusran Siry juga mengungkapkan, Indonesia Coral Bond akan dilaksanakan selama 5 tahun.
Dimulai tahun 2025 di 3 lokasi kawasan konservasi, yaitu Kawasan Konservasi Nasional Raja Ampat, Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Raja Ampat, dan KKD Taman Perairan Kepulauan Alor.
Tujuannya tak lain adalah melindungi terumbu karang melalui peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi agar kondisi terumbu karang dan biomassa ikan tetap terjaga atau meningkat dari baseline.
Melalui Indonesia Coral Bond, tiga kawasan konservasi laut terpilih akan memiliki hasil konservasi yang diverifikasi secara independen sesuai dengan Daftar Hijau Kawasan Konservasi dan Lindung (IUCN Green List).
"Sehingga kawasan konservasi tersebut meningkat efektivitas pengelolaannya serta memberikan dampak secara ekologi dan ekonomi," kata Hendra. * (putri)