Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Biaya HUT ke-79 RI Capai Rp87 Miliar, Ini Kritikan Pedas Netty Prasetiyani

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Netty Prasetiyani. foto: ist

SuaraTani.com - Jakarta| Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Netty Prasetiyani mengkritik tanggapan pemerintah yang menyatakan membengkaknya anggaran peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI sebagai kewajaran. 

Membengkaknya anggaran tersebut menurut Presiden Jokowi lantaran peringatan HUT RI tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu Jakarta dan Ibu Kota Negara (IKN), Kalimantan Timur.

Untuk peringatan HUT RI di IKN itu sendiri, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menjelaskan, telah disiapkan anggaran sebesar Rp87 miliar. 

Anggaran ini naik dibandingkan upacara HUT RI di Jakarta tahun lalu sebesar Rp53 miliar.

Netty mengkritisi hal tersebut karena dinilai saat ini dunia usaha sedang dilanda badai PHK. 

“Di mana kewajarannya? Saat ini kondisi rakyat sedang mengalami kesulitan akibat badai PHK, mengapa negara justru menghamburkan uang untuk seremoni?” kata Netty dalam keterangan resmi yang dikutip, di Jakarta, Rabu (14/8/2024).

Pemerintah mengakui membengkaknya anggaran tersebut karena terbatasnya infrastruktur di IKN. Sehingga, hal itu membuat pemerintah harus mengalokasikan biaya transportasi dan akomodasi yang besar bagi para tamu.

“Tentu saja biayanya bengkak karena infrastruktur belum siap tapi sudah dipaksakan untuk membuat acara di IKN. Apakah demi gengsi semata maka uang negara dikeluarkan jor-joran?" ujarnya.

Menurut Netty, jika pemerintah peka maka seharusnya bisa memberikan fokus pada penyelesaian berbagai persoalan dan pekerjaan rumah (PR) di masyarakat akibat lesunya pertumbuhan ekonomi. 

"Saat ini kita tengah menghadapi badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang pasti berdampak pada perekonomian masyarakat. Bukankah ini lebih prioritas untuk ditanggulangi?" kata Politisi Fraksi PKS itu.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, telah terjadi PHK bagi 101.536 karyawan pada Januari hingga Juni. Jumlah pekerja yang terdampak PHK diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir 2024. 

“Contohnya, sektor tekstil dan pakaian jadi yang mengalami pelambatan pertumbuhan sehingga harus melakukan PHK pekerja, bahkan penutupan pabrik.  Ironinya, belum ada intervensi dari pemerintah untuk mengatasinya, malah sibuk buat acara megah di IKN. Pemerintah harusnya prioritaskan ini,” ungkap Netty.

Anggota Komisi IX itu juga menyoroti adanya puluhan juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) non-aktif saat ini. Berdasarkan data per 1 Juni 2024,  dari total 273 juta peserta BPJS, terdapat 58,3 juta peserta yang berstatus non-aktif

Artinya, peserta non-aktif JKN ini sebagian besarnya menunggak iuran. Penyebabnya antara lain karena miskin, karena di-PHK, karena kesulitan ekonomi.

Ia menilain alasan kemiskinan dan kesulitan ekonomi juga membuat masyarakat banyak yang terjerumus pinjaman online (pinjol). 

Untuk itu ia berpendapat agar anggaran negara digunakan untuk subsidi keluarga korban PHK dan pelunasan tunggakan BPJS sehingga masyarakat tidak berhutang di pinjol.

Selain itu, menurutnya saat ini banyak petani yang juga sedang mengalami kesulitan. Hal lain yang menurutnya masih menjandi pekerjaan rumah adalah masih minimnya anggaran pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bermasalah di luar negeri. 

"Misalnya, petani tomat yang menjerit karena harganya anjlok. Belum lagi kalau kita lihat industri UMKM yang susah modal dan sering merugi. Di mana hadirnya pemerintah? Anggaran pemulangan PMI bermasalah juga, amat minim karena rendahnya political will Pemerintah,” sambungnya.

Karena itu, Netty menilai, kritik yang datang dari masyarakat terhadap pembengkakan biaya peringatan HUT RI di IKN merupakan keniscayaan. 

Ia juga meminta pemerintah transparan agar total anggaran pelaksanaan peringatan HUT ke-79 RI dapat dibuka ke publik, termasuk biaya acara di IKN.

"Pemerintah sibuk euforia dengan membuat acara di IKN, sementara kesulitan rakyatnya terabaikan. Padahal peringatan kemerdekaan Indonesia bisa dilakukan dengan cara sederhana tapi sarat makna. Masyarakat harus tahu berapa jumlah biayanya. Sampaikan pada publik secara transparan,” tutupnya. * (wulandari)