Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kasus Katastropis Meningkat, Kinerja Kemenkes dan BPOM Dipertanyakan

Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja Pengawasan Produk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji di Ruang Rapat Komisi IX, Senin (1/7/2024). foto: ist

SuaraTani.com - Jakarta| Kinerja Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dipertanyakan dalam mengatasi kasus penyakit katastropik. 

Penyakit tersebut disebabkan oleh konsumsi Minuman Pemanis Dalam Kemasan (MPDK). Dan, jumlahnya terus meningkat.

Menurut Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani, kalau Kemenkes dan BPOM bekerja angka masyarakat yang terjangkit penyakit katastropis tidak meningkat.

"Tapi ini meningkat. Artinya kan nggak ada kerja. Hanya lip service saja," tegas Irma saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja Pengawasan Produk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji di Ruang Rapat Komisi IX, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2024). 

Irma pun menanyakan sejauh apa tanggung jawab dan pengawasan yang dilakukan Kemenkes dan BPOM terhadap makanan dan minuman yang mengandung GGL. 

Menurutnya, makanan dan minuman berpemanis di Indonesia banyak sekali jenisnya untuk anak-anak (mayoritas). 

"Saya heran, kok bisa beredar dan terverifikasi oleh BPOM. Kalau enggak terverifikasi kenapa bisa beredar. Ini BPOM harus tanggung jawab loh. diabetes mellitus yang menjangkit anak-anak setiap tahun meningkat,” tegasnya.  

Irma juga bertanya, apa yang sudah dilakukan Kemenkes atas tingginya kasus diabetes pada anak.

"Kasus yang kemarin (GGAPA) saja, BPOM dan Kemenkes belum satu kata. Itu tidak tertangani dengan baik. Sampai hari ini korban masih bertanya-tanya mana yang dinamakan tanggung jawab pemerintah, enggak ada,” tambahnya. 

Menurutnya, indikator Kemenkes dan BPOM bekerja adalah angka kesehatan masyarakat yang semakin baik, bukan semakin buruk. 

Kondisi saat ini harus segera ditindaklanjuti, Ia meminta Kemenkes dan BPOM secara massif melakukan pengawasan serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya konsumsi GGL berlebih. 

Legislator Fraksi Partai NasDem itu juga menyoroti paparan yang disampaikan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terkait pemberlakukan Bea Cukai  terhadap MPDK.

“Ada yang lucu dari paparan Kemenperin. Disampaikan 60-70 persen konsumen produk minuman di Indonesia adalah golongan kelas menengah bawah yang rentan terhadap harga. Dengan pengenaan cukai sebesar 1771 per liter maka penjualan akan turun. Nah, ini kan lucu. Ini yang dilindungi Perusahaan atau masyarakat sebenarnya, ” tanyanya heran.

Dalam menangani Konsumsi MPDK, Irma melihat antar kementerian dan lembaga belum satu suara dalam membahas  MPDK. 

Kemenperin takut perusahaan tutup jika diberlakukan bea MPDK. di satu sisi Kemenkes teriak-teriak karena meningkatnya anak-anak yang terjangkit diabetes. Dan, pembiayaan oleh BPJS untuk penyakit katastropik juga meningkat.

“Panja ini harus lebih dalam lagi, duduk bersama. Karena menurut saya tidak cukup hanya dengan pelabelan karena masyarakat kita itu jarang membaca kandungan. Jadi yang harus ditegaskan itu adalah regulasinya terhadap perusahaan yang membuat makanan dan minuman yang banyak mengandung GGL,” tegasnya. * (jasmin)