SuaraTani.com - Jakarta| Pemerintah diminta untuk tidak terburu-buru membuat keputusan terkait penghapusan kelas peserta BPJS Kesehatan. Sebab dikhawatirkan terjadi penurunan kelas bagi peserta BPJS Kesehatan yang memiliki kelas 1 dan 2.
Sementara untuk peserta BPJS kesehatan kelas 3 akan mengalami kenaikan, sehingga dikhawatirkan terjadi ketidakadilan dalam pelayanan BPJS kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago mengatakan, BPJS itu mengamanatkan itu berdasarkan gotong royong, ada asas keadilan.
"KRIS (Kelas Rawat Inap Standard) ini tidak seperti itu, tidak sesuai dengan amanat konstitusi," ujar Irma saat Rapat Kerja dengan Wakil Menteri Kesehatan RI di Senayan, Jakarta (6/6/2024).
Ia menegaskan agar pemerintah taat dan tidak main-main dengan konstitusi.
”Mesti dilihat dulu konstitusinya, jangan hanya melihat peraturan presiden dan undang-undang lainnya. Ini amanat konstitusi lo. Jadi jangan main-main dengan amanat konstitusi," tambah Irma.
Apalagi kata Irma, sampai sejauh ini, peserta BPJS Kesehatan banyak diisi oleh peserta kelas 3 ketimbang kelas 1 dan 2. Sehingga nantinya akan ada kemungkinan kejompangan pada kelas dan pembayaran.
"Rakyat Indonesia ini yang menggunakan BPJS kelas 3 itu jauh lebih besar dari yang kelas 1, kelas 2. Kemudian yang harus juga diperhatikan Peserta BPJS itu yang aktif paling besar 70%, 30% ke atas itu masih nonaktif," pungkasnya.
Irma juga mempertanyakan terkait kajian akademis sistem KRIS yang akan diterapkan pemerintah. Menurutnya, hal ini sama sekali belum pernah dikomunikasikan dengan Komisi IX DPR RI.
”Katanya sudah dibuat, tapi tidak pernah dikomunikasikan dengan Komisi IX, tiba-tiba sudah merambah dan didengung-dengungkan soal KRIS,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, kelas BPJS Kesehatan disebut-sebut akan mengalami perubahan seiring dengan akan diterapkannya sistem KRIS di Rumah Sakit.
Halitu sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dimana penerapannya sudah mulai berlaku mulai 8 Mei 2024 dan paling lambat hingga 30 Juni 2025. * (wulandari)