SuaraTani.com - Jakarta| Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2024 sudah baik sebagai modal awal. Namun, hal tersebut masih terlalu dini untuk memprediksi kondisi tersebut akan menjadi gambaran ekonomi hingga akhir tahun 2024.
Sebelumnya, BPS RI merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 tumbuh sebesar 5,11 persen.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR RI Anis Byarwati menyebut tantangan ketidakpastian ekonomi dan volatilitas keuangan global masih sangat tinggi.
Fenomena (di Amerika Serikat yang) higher for longer untuk menggambarkan tingkat inflasi dan suku bunga (juga) bisa memicu pertumbuhan ekonomi weaker for longer (di Indonesia).
"Ekonomi global masih sangat ringkih dan rapuh inilah yang kita khawatirkan akan berdampak terhadap kondisi perekonomian nasional. Apalagi kita akan menghadapi transisi kekuasaan pada bulan Oktober nanti," kata Anis, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (10/5/2024).
Ia berharap semuanya bisa berjalan baik dan Pemerintahan baru bisa bekerja secara optimal. Anggota Komisi XI DPR RI ini juga berpandangan bahwa tantangan semakin berat ke depannya.
Kondisi geopolitik yang sedang memanas di banyak kawasan, akan membuat perekonomian global akan goncang, terutama harga minyak. Kondisi ekonomi Cina yang melambat berpotensi melambatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia.
"Hari ini nilai tukar Rupiah terhadap USD tertinggi dalam empat tahun terakhir. Jika Rupiah terus melemah, tentu BI akan menaikkan tingkat suku bunga kembali. Dampaknya sektor rill akan terancam, daya beli akan semakin melemah dan ini akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Ia menyebut target pertumbuhan 2024 di angka 5,3 persen terlampau berat. Karena itu, perlu kerja keras dan ekstra usaha untuk mencapainya melihat kondisi perekonomian dan keuangan global yang masih sangat rentan.
Sementara itu, perekonomian nasional masih sangat terpengaruh dengan kondisi global. Ditambah kondisi geopolitik di banyak kawasan sedang memanas. Perlambatan ekonomi Cina, tingginya angka inflasi dan suku bunga The FED dan harga komoditas yang mulai turun.
Sementara kondisi ekonomi nasional belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi.
"Kita masih sangat tergantung dengan konsumsi. Sementara investasi dan ekspor belum bisa diharapkan banyak menopang pertumbuhan. Sekali lagi ini PR Pemerintahan baru nantinya," ungkapnya.
Anis juga menyebut, parlemen berupaya dengan fungsi yang dimilikinya untuk terus mendorong Pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam APBN 2024.
"Sekali lagi tentu saja tidak mudah, apalagi Pemerintahan saat ini tinggal menunggu waktu untuk berakhir. Tidak akan banyak kebijakan baru yang akan dikeluarkan, selain melanjutkan apa yang sudah dikerjakan," jelasnya.
"Kita juga menunggu bagaimana komposisi kabinet khususnya Tim Ekonominya, apakah bisa diterima publik atau sebaliknya. Hal ini penting meyakinkan publik agar orang yang dipilih terbaik dan ahli dibidangnya," tutup Anis. * (wulandari)