Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pemberlakuan Sertifikasi Halal Produk UMK Ditunda Jadi Oktober 2026

Menag Yaqut Cholil Qoumas. foto: ist

SuaraTani.com - Jakarta| Pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK) ditunda hingga menjadi Oktober 2026. Tadinya akan diberlakukan 18 Oktober 2024.

Penundaan ini diputuskank Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Terbatas yang dihadiri sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju pada 15 Mei 2024 di Istana Presiden, Jakarta.

Menurut Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, kebijakan penundaan ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pelaku UMK. 

"Dengan penundaan ini, pelaku UMK diberi kesempatan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) dan mengajukan sertifikasi halal sampai Oktober 2026,” tegas Menag di Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Keputusan ini juga kata Menag, untuk melindungi pelaku usaha, khususnya UMK, agar tidak bermasalah secara hukum atau terkena sanksi administratif.

Adapun bagi selain produk UMK yang terkategori self declare, misalnya produk usaha menengah dan besar, menurut Menag, kewajiban sertifikasi halalnya tetap diberlakukan mulai 18 Oktober 2024.

Kewajiban sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. 

Pasal 140 regulasi ini mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 oktober 2024.

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham mengatakan, pihaknya akan segera membahas hal teknisnya dengan Kementerian terkait.

Di antaranya Kemenko Perekonomian, Sekretariat Kabinet, Kementerian Koperasi dan UKM, dan lainnya.

“Kita akan bahas dan siapkan bersama payung hukumnya,” sebut Aqil Irham.

“Penundaan kewajiban sertifikasi halal ini juga memberikan waktu bagi pemerintah untuk mengintensifkan sinergi dan kolaborasi antar Kementerian, Lembaga, Pemda serta para stakeholder terkait. Utuk fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal, pendataan, layanan yang terintegrasi, dan pembinaan serta edukasi sertifikasi halal” sambungnya.

Aqil mengatakan, pemerintah juga perlu mempersiapkan penganggaran yang cukup untuk fasilitasi sertifikasi halal UMK melalui program self declare. 

Sebab, selama ini BPJPH mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitasi sertifikasi halal self declare bagi pelaku UMK, per tahun hanya dapat membiayai 1 juta sertifikat halal.

“Keterbatasan ini sangat kami rasakan, terutama pada 2023 dan 2024. Di mana kuota selalu terlampaui karena antusiasme pelaku usaha khususnya UMK untuk mendapatkan sertifikat halal gratis,” sebut Aqil.

Dikatakannya, Pemerintah selama ini telah memberikan banyak kemudahan kepada pelaku usaha dalam mengurus sertifikasi halal. 

Misalnya, tarif sertifikasi halal yang murah, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal gratis bagi UMK, penataan kewenangan yang lebih baik. 

Proses layanan yang lebih cepat melalui digitalisasi layanan sertifikasi halal, serta pemangkasan SLA dari 90 hari menjadi 21 hari.

Pemerintah juga telah membangun ekosistem halal, antara lain dengan memperbanyak Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dari 1 menjadi 72 LPH. Serta terbentuknya 17 Lembaga Pelatihan Jaminan Produk Halal yang tersebar di seluruh Indonesia. 

"Saat ini sudah ada 248 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H). Penguatan SDM layanan juga terus dilakukan dengan melatih 94.711 Pendamping Proses Produk Halal (P3H), 1.220 Auditor Halal yang berada pada 72 LPH, 7.878 Penyelia Halal," jelasnya. * (jasmin)