Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Daerah Rentan Rawan Pangan Berkurang, Bapanas Mantapkan Aksi Kesiapsiagaan Krisis Pangan

Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas, Nyoto Suwignyo, pada Rakornas Kesiapsiagaan Krisis Pangan di Jakarta, Rabu (13/12/2023).suaratani.com-ist

SuaraTani.com – Jakarta| Badan Pangan Nasional (Bapanas) di penghujung tahun 2023 merilis hasil penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2023. 

Dalam FSVA tahun ini, Bapanas menyimpulkan adanya perubahan positif tingkat kerentanan rawan pangan, dari semula 14% di 2022 terdepresiasi menjadi 13% di 2023.

Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas, Nyoto Suwignyo, menekankan, pentingnya capaian ini tidak hanya terletak pada angka itu sendiri, tetapi juga pada implikasinya terhadap pencapaian target nasional. 

“Dengan tingkat kerentanan yang semakin mendekati target 12% atau sekitar 61 kabupaten/kota, sebagaimana dituliskan pada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2024, kita bisa melihatnya sebagai langkah awal menuju ketahanan pangan nasional yang lebih baik di tahun-tahun mendatang,” ungkap Nyoto saat ditemui pada Rakornas Kesiapsiagaan Krisis Pangan di Jakarta, Rabu (13/12/2023).

Nyoto menyebutkan, penurunan tingkat kerentanan rawan pangan tahun 2023 merupakan buah kerja keras semua stakeholder pangan selama setahun ke belakang.

Yang secara konsisten mendukung Aksi Kesiapsiagaan Krisis Pangan yang telah dilakukan Bapanas melalui program-program yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

“Diantaranya bantuan pangan dalam rangka intervensi pengendalian kerawanan pangan yang menyasar ke 22 kabupaten/kota berbasis FSVA dan Prevalence of Undernourishment (PoU), penyaluran bantuan pangan beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sesuai arahan Kepala NFA, dan mengikuti amanat Bapak Presiden Joko Widodo yang akan terus dilanjutkan sampai tahun depan. Lalu kita laksanakan juga bantuan penanganan stunting berupa telur dan daging ayam untuk Keluarga Risiko Stunting (KRS),” sambungnya.

Selain itu terdapat pula program-program lainnya yang telah dilakukan Bapanas dalam Aksi Kesiapsiagaan Krisis Pangan.

Antara lain Penguatan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) dan Cadangan Pangan Masyarakat (CPM), pengendalian inflasi pangan, diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal.

Serta Gerakan Selamatkan Pangan (GSP) untuk menekan food waste melalui Kampanye Gerakan Stop Boros Pangan.

“Pada FSVA 2022, terdapat 74 kabupaten/kota teridentifikasi sebagai daerah rentan rawan pangan atau prioritas 1-3. Kemudian FSVA pada tahun ini, terjadi perubahan yang membaik berupa penurunan jumlah menjadi 68 kabupaten/kota daerah rentan rawan pangan. Ini artinya situasi ketahanan pangan Indonesia tahun 2023 meningkat dibandingkan tahun 2022,” papar Nyoto.

Selain adanya identifikasi penurunan jumlah daerah rentan rawan pangan atau prioritas 1-3, FSVA 2023 yang disusun Bapanas bersama tim ahli lintas Kementerian/Lembaga juga mengidentifikasi adanya kenaikan jumlah daerah tahan pangan atau prioritas 4-6 menjadi 446 kabupaten/kota.

Dimana sebelumnya pada FSVA 2022 terdapat 440 kabupaten/kota yang termasuk daerah tahan pangan.

Lebih lanjut, pada hasil FSVA 2023 ditemui 9 kabupaten kota yang mengalami perbaikan berdasarkan indikator FSVA nasional.

Antara lain di Sumatra yakni Kabupaten Musi Rawas Utara, Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kabupaten Karimun. 

Selanjutnya ada Kabupaten Tana Tidung di Kalimantan Utara. Lalu Kabupaten Alor dan Kabupaten Sumba Barat Daya di Nusa Tenggara Timur beserta Kabupaten Maluku Tenggara Barat turut tercatat terdapat perbaikan. 

Di ujung timur Indonesia, Kabupaten Kepulauan Yapen dan Kabupaten Sarmi di Papua juga mengalami indeks FSVA yang kian membaik.

Berkaitan dengan sebaran, daerah yang diidentifikasi termasuk wilayah rentan pangan sebagian besar terletak di bagian Indonesia Timur dan daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), serta wilayah kepulauan. 

FSVA mengidentifikasi faktor penyebabnya antara lain dikarenakan produksi pangan wilayah yang cenderung lebih rendah dibandingkan kebutuhan, serta prevalensi balita stunting yang masih tinggi. 

Masih adanya keterbatasan akses air bersih serta tingginya persentase penduduk yang hidup dalam kondisi kemiskinan juga menjadi pendorong utama.

“FSVA telah menjadi bagian dari upaya transformasi sebagai sarana penyediaan data dan informasi seputar kondisi terkini pangan dan gizi di Indonesia. Ini akan terintegrasi dalam mendukung pelaksanaan peran NFA sebagai motor utama dalam mewujudkan peningkatan ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan. Kita terus berupaya mengakhiri kelaparan, mengentaskan kemiskinan, dan mencapai ketahanan pangan berkelanjutan sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs),” pungkas Nyoto Suwignyo.

Secara terpisah, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, juga mengungkapkan pentingnya FSVA dalam memitigasi krisis pangan.

“FSVA disusun menggunakan indikator yang mewakili 3 aspek, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Kalau 3 aspek tadi bisa bersama-sama kita kontrol dengan baik, saya yakin Indonesia akan jauh dari krisis pangan, kemiskinan dan kelaparan bisa ditekan, Indonesia akan mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan,” kata Arief. *(putri)