Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

GAPKI Sumut: Pencurian Brondolan Sawit Makin Meresahkan

Ketua GAPKI Sumut, Timbas Prasad Ginting didampingi Sekretaris GAPKI Sumut saat memberikan keterangan terkait aksi pencurian brondolan sawit yang semakin marak, di Medan, Selasa (7/11/2023).suaratani.com-ika

SuaraTani.com – Medan| Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatera Utara (Sumut) mengeluhkan aksi pencurian brondolan sawit yang semakin marak.

Selama ini, tindakan pencurian yang kebanyakan dilakukan kaum perempuan terutama ibu-ibu itu masih bisa ditolerir dengan alasan kemanusiaan karena sering kali berkedok kebutuhan ekonomi. 

Ketua GAPKI Sumut, Timbas Prasad Ginting, mengatakan, maraknya aksi pencurian brondolan sawit ini sebagai buntut kemunculan pabrik kelapa sawit tanpa kebun. 

"Belum lagi akibat kemudahan pengurusan izin melalui OSS (online single submission) dimanfaatkan sejumlah orang untuk membuat perusahaan yang kurang jelas seperti PKS yang tidak memenuhi persyaratan seperti tanpa kebun," ujar Timbas di Medan, Selasa (7/11/2023).

Bahkan menurut Timbas, aksi pencurian brondolan sawit yang semakin masif ini memunculkan istilah kerja baru, yakni ‘Makbro’ alias emak-emak brondolan. 

Pendapatan jadi Makbro  ini cukup besar karena harga jual brondolan sawit lebih mahal dari harga tandan buah segar (TBS) yang masih memiliki janjangnya. 

"Selisihnya bisa lebih dari Rp1. 000 per kg. Lebih tinggi  harga brondolan sawit ketimbang TBS, " katanya. 

Per hari kata Timbas, pendapatan Makbro rata-rata bisa mencapai Rp300. 000 - Rp400. 000. Angka itu lebih tinggi dari menjadi Buruh Lepas Harian (BHL) yang sekitar Rp150.000.

Timbas juga mengatakan, brondolan sawit yang kemudian diolah menjadi CPO itu ternyata memiliki harga jual yang lebih tinggi meski tingkat keasamanannya di atas rata-rata yang diperbolehkan untuk diolah menjadi produk makanan.

“Karena kebanyakan akan diolah menjadi bahan baku biodiesel, dan lebih mudah diterima di pasar Eropa,” sebut Timbas didampingi Wakil Ketua Mino Lesmana, dan bendahara Sugihartana. 

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris GAPKI Sumut, Syahril Pane, menambahkan, aksi pencurian itu sering terjadi di perkebunan yang berada atau dekat dengan pemukiman rakyat. 

Sehingga untuk menghindari kerugian yang semakin besar, perusahaan terpaksa menambah petugas keamanan, yang berdampak pada cost yang semakin bertambah.

“Pencurian brondolan sawit ini juga menjadi bahaya laten, karena kebiasaan  mencuri itu sudah melibatkan keluarga termasuk anak-anak dan membuat warga malas bekerja,” tandasnya.  *(ika)