Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pedagang Pasar Delima Indrapura Adukan Kebijakan Disperindag Batubara ke Ombudsman Sumut

Kepala Ombudsman RI Perwakilan SUmut Abyadi Siregar dan Asisten Hana Filia Ginting saat mendengarkan keluhan dari pedagang korban kebakaran Pasar Delima Indrapura yang datang mengadu, Senin 92/10/2023).suaratani.com-ist

SuaraTani.com – Medan| 27 pedagang korban kebakaran Pasar Delima Indrapura, Kabupaten Batubara, Senin (2/10/2023), mendatangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut di Jalan Sei Besitang No 3 Medan.

Kedatangan para pedagang ini untuk menyampaikan protes atas kebijakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Batubara selaku pengelola pasar, dalam mendistribusikan kios kepada para pedagang.

Para pedagang yang tergabung dalam Tim Peduli Pedagang Korban Kebakaran Pasar Delima Indra Pura itu, datang bersama seorang pendamping bernama Abeng Bambang Noroyono. 

Mereka diterima Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, dan Asisten Hana Filia Ginting.

Ketua Tim Peduli Pedagang Korban Kebakaran Pasar Delima Indra Pura, Raya Napitupulu, menjelaskan, Pasar Delima Indra Pura awalnya dikelola oleh Dinas Pasar Kecamatan Air Putih dengan sekitar 130-an pedagang.

Tahun 2015, lanjut Raya Napitupulu, pasar tradisional tersebut terbakar. Tahun 2016, pasar tersebut dibongkar untuk direvitalisasi oleh Kementerian Perdagangan RI dengan anggaran yang bersumber dari APBN.

Revitalisasi itu dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama dilakukan tahun 2017 dengan anggaran sekitar Rp 5,8 miliar. Sedang tahap kedua dilakukan tahun 2022 dengan anggaran Rp 2,8 miliar.

Persoalannya kemudian, setelah selesai direvitalisasi, distribusi kios tersebut dilakukan tidak transparan. Sampai saat ini misalnya, masih ada pedagang yang sama sekali belum dapat.

“Kami adalah pedagang lama. Tapi sampai sekarang belum dapat kios. Padahal, sudah banyak pedagang yang baru datang, justru lebih dulu sudah dapat kunci kios,” tegas Hotmaida Manihuruk yang juga bertindak selaku juru bicara pedagang.  

Bukti lain ketidaktransparanan distribusi kios itu adalah, banyaknya pedagang baru yang justru mendapatkan lebih dari 1 kios. Bahkan, menurut mereka, ada pedagang baru justru dapat hingga 3 kios.

Padahal, ada pedagang lama yang awalnya punya 2 hingga 3 kios, tapi hanya mendapatkan 1 kios. Ketika dipertanyakan, Disperindag Batubara selaku pengelola, berjanji akan menambah pada saat selesainya revitalisasi tahap kedua. 

“Akan tetapi, setelah selesai revitalisasi tahap dua, kios tambahan yang dijanjikan tidak diberikan,” tegas Raya Napitupulu.

Raya Napitupulu menjelaskan, para pedagang sudah berulangkali berusaha menemui pihak Disperindag Batubara selaku pengelola Pasar Delima untuk mempertanyakan ketidakberesan distribusi kios tersebut. 

“Terakhir, 26 September 2023 lalu, kami pedagang mengudang Diseprindag Batubara dan instansi terkait. Tapi mereka tidak datang,” tuturnya.

Akibat ketidakbecusan Disperindag Batubara dalam mendistribusikan kios Pasar Delima Indrapura itu, akhirnya hingga saat ini pasar tradisional tersebut belum juga bisa dioperasikan. 

“Sampai sekarang Pasar Delima itu belum beroperasi,” tandasnya.

Sehubungan dengan itu, para pedagang berharap agar Ombudsman RI Perwakilan Sumut dapat melakukan pengawasan atas dugaan maladministrasi yang terjadi dalam distribusi kios Pasar Delima tersebut.

Para pedagang mengatakan, pasar tradisional itu dibangun dengan uang rakyat, bersumber dari APBN yang nilainya hampir Rp 8 miliar lebih. 

"Jadi, Disperindang Batubara harus transparan dalam mengelola pasar tersebut. Utamakan pedagang lama, baru kemudian pedagang yang baru. Jangan justru pedagang baru diutamakan. Sementara pedagang lama ditelantarkan," kata Raya mengakhiri. *(junita sianturi)