Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Data Positif dari Tiongkok Tak Mampu Dongkrak Kinerja IHSG

Grafik pergerakan emiten di bursa efek Indonesia. Di perdagangan hari ini, IHSG tak mampu memanfaatkan momentum data pertumbuhan ekonomi Tiongkok triwulan III yang lebih baik daripada perkiraan.suaratani.com-ist

SuaraTani.com – Medan| Bursa di Asia pada perdagangan hari ini ditutup beragam namun tidak beranjak jauh dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya.

Rilis data pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang sedikit di atas ekspektasi sebelumnya belum mampu memberikan katalis positif untuk kinerja bursa di Asia termasuk IHSG.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok di kuartal ketiga merealisasikan angka 4.9% YoY, atau lebih baik dari ekspektasi sebelumnya 4.4%.

“IHSG yang selama sesi perdagangan hari ini sempat menembus 6.968 berbalik arah dan ditutup turun 0.17% di level 6.927,91. Pelaku pasar kembali dihantui kenaikan imbal hasil yield obligasi AS tenor 10 tahun  (US Treasury) yang kembali naik  menyentuh 4.887%,” ujar Analis Keuangan Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin di Medan, Rabu (18/10/2023).

Pelaku pasar disebutkan Gunawan kembali dihantui kemungkinan kenaikan bunga acuan, dimana investor lebih memilih US Treasury yang memicu tekanan pada pasar saham.

Kenaikan imbal hasil US Treasury tersebut juga memicu penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah mata uang di Asia.

Namun khusus untuk mata uang Yuan Tiongkok, pada hari ini ditransaksikan menguat terhadap dolar AS.

Sementara mata uang rupiah, meskipun sempat mengalami penguatan pada sesi perdagangan pagi, tetapi berbalik melemah dan ditutup turun di level 15.725 per dolar AS.

Kinerja mata uang rupiah juga masih akan diuji dengan agenda besar dari Bank Indonesia yang akan menetapkan besaran bunga acuannya pada perdagangan besok.

Sejauh ini, ekspektasi yang berkembang adalah bahwa bunga acuan Bank Indonesia diperkirakan akan tetap sama.

Jika terjadi  kenaikan pada bunga acuan Bank Sentral AS di bulan depan, maka selisih besaran bunga acuan BI dangan The FED akan kian menipis.

Meski demikian belum bisa dipastikan perbedaan bunga acuan tersebut akan memicu terjadinya pelemahan pada mata uang rupiah.

Sejauh ini rupiah lebih cenderung  melemah manakala ada potensi kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS atau The FED.

“Dan di saat BI menetapkan besaran bunga acuan yang tidak berubah, justru Rupiah sebelumnya mampu menguat terhadap mata uang dolar AS,” tambahnya.

Sedikit berbeda dengan harga emas saat ini, konflik yang berlangsung justru masih menjadi katalis penguatan harga emas yang pada sore ini ditransaksikan naik di level US$1.945 per ons troy. *(ika)