Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Bioflok Jadi Solusi Budidaya Ikan Nila di Musim Kemarau

KKP memberikan bantuan untuk pengembangan sistem bioflok untuk meningkatkan produksi ikan saat periode musim kemarau.suaratani.com-ist

SuaraTani.com – Jateng| Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong penerapan inovasi teknologi budidaya ikan sistem bioflok.Hal ini dijadikan sebagai salah satu solusi meningkatkan produksi ikan nila saat periode musim kemarau.

Inovasi bioflok ini merupakan salah satu penerapan teknologi budidaya yang terbukti efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya air, sehingga lebih adaptif terhadap perubahan iklim seperti kemarau panjang saat ini.

“Budidaya ikan nila sistem bioflok selain menghemat jumlah pemberian pakan hingga 25%, inovasi teknologi ini juga efisien dalam penggunaan air. Hanya perlu mengisi air pada awal kegiatan, selanjutnya penambahan air juga disesuaikan dengan kondisi. Ini bisa menjadi solusi saat kekurangan air di musim kemarau,” ujar Didik Heriyantoro selaku Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Mina Athena di Desa Bojong Kabupaten Magelang.

Pokdakan Mina Athena sebagai penerima bantuan paket budidaya ikan nila sistem bioflok lengkap dengan tandon dan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), serta sarana pendukung lainnya dari KKP. 

Menunjukkan keberhasilannya, yaitu bisa panen sebanyak 3,5 ton dari 50 kolam bioflok dan semuanya bisa terserap pasar. Adapaun ukuran panennya rata rata 200-250 gram per ekor. 

Apabila harga ikan nila Rp25 ribu/ekor, Pokdakan Mina Athena bisa meraup pendapatan kotor sebesar Rp87 juta per bulan.

Didik menambahkan, budidaya ikan nila dengan sistem bioflok cukup mudah. Air hanya di awal saja dimasukkan ke dalam wadah hingga panen dan penambahan air jika diperlukan. 

“Budidaya ikan nila sistem bioflok selain hemat pakan, tidak perlu lahan luas dan efisien dalam penggunaan air,” ungkap Didik.

Selain itu kata Didik, budidaya ikan nila sistem bioflok bisa cepat panen setelah masa pemeliharaan selama 3,5 bulan.

“Sementara kalau dengan sistem konvensional kurang lebih memerlukan waktu masa pemeliharaan 4,5 hingga 5 bulan,” jelas Didik.

Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, juga menyampaikan bahwa penerapan teknologi budidaya ikan nila sistem bioflok ini terbukti efesien penggunaan air. 

Sehingga termasuk adaptif terhadap perubahan iklim seperti musim kemarau yang berkepanjangan saat ini.

“Kelangsungan hidup ikan nila dengan budidaya ikan nila sistem bioflok bisa mencapai 90%. Dan keunggulan lainnya nilai feed conversion ratio (FCR) juga rendah yaitu 1,1 jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam konvensional dengan nilai FCR bisa mencapai 1,5. Artinya dapat menghemat pakan,” kata Dirjen Tebe.

Dirjen Tebe menambahkan budidaya ikan nila sistem bioflok juga meningkatkan padat tebar yaitu menjadi 100 ekor per meter kubik. Sementara dengan kolam konvensional, padat tebar hanya 10 ekor per meter kubik. 

Tentunya budidaya ikan nila sistem bioflok ini bisa meningkatkan pendapatan pembudidaya secara signifikan dengan tetap mengutamakan konsep ekonomi biru.

Budidaya ikan nila sistem bioflok juga dapat meningkatkan produksi ikan nila nasional sebagai komoditas ikan air tawar yang permintaan pasarnya tinggi baik dari dalam maupun luar negeri. Seperti Amerika Serikat merupakan negara importir terbesar untuk pasar ikan nila di dunia dalam bentuk fillet. 

“Keunggulan budidaya ikan nila sistem bioflok dapat terasa dampaknya apabila semua tahapan dalam budidayanya menerapkan prinsip-prinsip Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB),” tegas Tebe.

Melalui inovasi teknologi budidaya ikan nila sistem bioflok ini bisa mengurangi kegiatan usaha budidaya ikan nila seperti di danau atau waduk. 

Selain itu bisa menjadi lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan juga program ketahanan pangan berbasis protein hewani. *(putri)