Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kluster Tambak Udang Binaan KKP di Aceh Kian Produktif, Mampu Panen Hingga 80 Ton Per Tahun

Hamparan tambak udang denan sistem klaster di Aceh yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP.suaratani.com-ist

SuaraTani.com - Jakarta| Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut bahwa Program budidaya tambak udang berkelanjutan sistem klaster di Provinsi Aceh yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya terus mengalami trend positif dan kian produktif.

Sejak diresmikan, klaster tambak udang di Desa Paya Gajah dan Desa Matang Rayeuk, Aceh Timur dan Desa Dagang Setia, Aceh Tamiang, tambak udang ini sudah berhasil memanen udang vaname rata-rata sebanyak 3 siklus setiap tahunnya.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu mengatakan produktivitas tambak udang di Provinsi Aceh memang cukup baik.

Hal itu terbukti dalam 3 siklus panen udang vaname yang berhasil dibudidayakan, hasil panennya memuaskan. Rata-rata hasil panen dari klaster tambak tersebut yaitu 80 ton per tahun.

Dikatakan Tebe, kluster tambak udang vaname hasil revitalisasi di Provinsi Aceh tersebut dilengkapi dengan kolam produksi, tandon dan kolam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Menurut Tebe, bukan hanya kuantitas udang yang dihasilkan saja yang menjadi tolak ukur produktivitas budidaya udang vaname.

Namun melalui klaster tambak yang sudah dibangun itu juga produksi udang diharapkan bisa berkelanjutan.

Di sisi lain, pemahaman masyarakat dalam mengelola budidaya udang dengan cara yang baik dan ramah lingkungan dapat meningkat.

Seperti diketahui, klaster tambak udang di Provinsi Aceh yang dikelola oleh Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) itu sebelumnya merupakan tambak tradisional yang produktivitasnya rendah.

Agar produktivitasnya bisa meningkat, tambak tradisional tersebut kemudian direvitalisasi menjadi tambak intensif pada kawasan yang dibangun berbentuk klaster percontohan.

Aktivitas klaster tambak udang tersebut, kata Tebe, tidak boleh mencemari lingkungan.

Untuk itu masyarakat pengelola tambak terus meningkatkan pengelolaan IPAL yang sudah dibangun, sehingga limbah yang dialirkan kembali ke laut itu tidak membahayakan ekosistem yang ada.

“Peningkatan produktivitas dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan usaha budidaya akan turut berdampak kepada penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya,” jelas Tebe.

Sementara itu, Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Ujung Batee, Manijo, mengatakan adanya klaster tambak di Provinsi Aceh memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitar.

Menurut Manijo, keberadaan klaster tambak juga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung.

Karena selain proses pembangunan maupun pengelolaan, disaat panen juga melibatkan masyarakat sekitar.

Untuk penjualannya, Manijo menyebut, udang yang berhasil dipanen tersebut kemudian dipasarkan di Medan, Sumatera Utara.

Agar kualitas udang tetap terjaga dengan baik, kata Manijo, BPBAP Ujung Batee terus melakukan pembinaan dengan menerjunkan petugas pendamping teknis yang terdiri dari pengawas dan analis akuakultur yang secara regular ke lokasi tambak klaster.

Selain itu, kesehatan udang dan lingkungan juga selalu dipantau langsung oleh Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan BPBAP Ujung Batee.

“Singkatnya, teknologi budidaya di tambak klaster sudah sangat spesifik, dimulai dengan penggunaan benur udang yang Specific Pathogen Free (SPF), pemberian pakan udang yang bermutu dan tepat, serta penerapan biosecurity yang ketat juga ketersediaan IPAL yang efektif,” jelas Manijo.

Menurut Manijo, dibandingkan dengan tambak tradisional, tambak klaster ini mempunyai beberapa kelebihan.

Lebih lanjut Manijo mengatakan, kedepan BPBAP Ujung Batee akan terus berupaya untuk mengembangkan klaster tambak di wilayah lain seperti di Pantai Barat Provinsi Aceh

Hal ini dilakukan agar masyarakat di pantai Barat Aceh juga mendapatkan pengalaman yang sama seperti masyarakat yang ada di pantai Aceh Timur.

Petambak udang vaname asal Aceh Timur, Rosyidin alias Cut Din mengaku sejak tambak udang diklasterisasi produksinya bisa naik berlipat-lipat.

Siklus pertama di tambak dengan luasan 2 hektare, hasil panennya sebanyak 28 ton.

Sementara untuk siklus kedua sebanyak 38 ton. Padahal sebelumnya tambak yang dia garap hanya mampu memproduksi 2 ton udang vaname.

Dari hasil yang didapat itu, kemudian dibagikan ke anggota kelompok. Selebihnya untuk operasional dan tabungan kelompok.

Menurut Rosyid, selain produksinya meningkat keuntungan lain yang didapat dari sistem klaster tambak ini yaitu ia bisa lebih mudah mengontrol kualitas airnya.

“Kalau udang di tambak tradisional itu sering terserang penyakit, mudah sekali mati. Apalagi banyak curah hujan,” tutur pria yang tergabung dalam Kelompok Pembudidaya Ikan Pinto Raseuki Phonna ini. *(putri)