Pemerhati ekonomi Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin, mengatakan, lonjakan harga ini diprediksi akan memberikan dorongan besar pada kenaikan laju inflasi.
“Dan saya predikssi, 2 komoditas yang paling besar memberikan andil inflasi adalah harga rokok dan beras,” kata Gunawan Benjamin di Medan, Selasa (31/1/2023).
Meski demikian, kata Gunawan, perhitungan bisa saja berbeda dengan yang dirilis lembaga resmi nantinya.
Untuk harga rokok misalnya, sejumlah pedagang masih ada yang mempertahankan harga jual rokoknya, meskipun keuntungan kian tergerus atau menipis.
Tetapi sejumlah pedagang lainnya justru berani menaikkan harga rokok perbungkus sekitar 10%.
Untuk harga beras juga demikian, naik di pekan terakhir jelang tutup bulan, dimana variasi harga di lapangan juga terlalu banyak, meskipun secara keseluruhan dalam tren naik selama januari.
“Akan tetapi saya menilai beras dan rokok akan menjadi penyumbang inflasi di bulan Januari ini. Dan kemungkinan adanya kenaikan harga pada bulan februari cukup berpeluang,” sebutnya.
Ini menurut Gunawan dikarenakan masih ada pedagang yang berencana akan menyesuaikan harga rokok di bulan Februari.
Sementara untuk beras, dimana intervensi harga oleh BULOG dilakukan secara estafet, maka variasi harga beras juga belum merata, dan menyisakan potensi naik harga di beberapa pedagang pada Februari ini.
Untuk komoditas lainnya yang mengalami kenaikan adalah minya goreng sekitar Rp1.000 per Kg menjadi Rp15 ribuan, cabai rawit naik sekitar Rp4 ribuan per Kg di Januari, bawang merah dan bawang putih juga mengalami kenaikan.
“Untuk daging ayam harganya relatif stabil dengan kecenderungan turun, sementara harga telur ayam dan cabai merah relatif stabil dengan rata rata kecenderungan naik,” tuturnya.
Secara keseluruhan, lanjut Gunawan, Sumut masih akan dibayangi dengan laju tekanan inflasi, sekalipun pada Desember sebelumnya dikejutkan dengan realisasi inflasi yang mencapai 1.5% secara bulanan.
Diharapkannya, laju tekanan inflasi di Sumut pada januari ini bisa di bawah 0.3% secara bulanan. Meskipun peluang di bawah 0.2% sangat terbuka, jika melihat potensi perbedaan pencatatan harga yang cukup besar pada beberapa komoditas seperti rokok, beras, dan cabai merah.
Kenaikan laju tekanan infasi ini tentunya menjadi awal yang buruk di tahun 2023 ini, karena inflasi Januari terjadi di saat imengharapkan adanya deflasi setelah inflasi tinggi di akhir tahun 2022.
“Dengan menyisakan beberap masalah seperti kenaikan biaya input produksi pertanian, potensi cuaca kering, geopolitik yang kian memanas, hingga potensi kenaikan harga energy, maka secara keseluruhan tugas pengendalian inflasi masih memiliki banyak tantangan,” pungkasnya. *(ika)